Tradisi khataman .
Jadi begini dalam tradisi -tradisi adat junti khususnya di juntikebon sendiri, ketika seorang anak mulai belajar genauh ngaji di tajug kepada seorang kiyai seorang anak tersebut mesti dalam bimbingan satu seorang kiyai sebelum dia menyeselsaikan genauhnya (belajarnya ) sampai khatam, sehingga ini bertujuan tidak lain agar melatih fokus dan konsentrasi cara belajarnya baik dalam metode belajarnya maupun dalam disiplinya . baru kemudian Setelah seorang santri telah menyelesaikan genauh ngajinya kemudian sampai khatam dan melakukan tradisi berupa khataman yang tidak lain diantaranya bertujuan :
1. 1. baik secara filosofis seorang kiyai telah mengembalikan seorang anak tersebut kepada orang tuanya, yang sebelumnya orang tua tersebut telah menitipkan anaknya kepada kiyai tersebut.
2. 2. baik secara filosofis ,memberikan kabar gembira kepada orang tuanya karna anaknya telah selesai khatam dan menunjukan hasil genauh ngaji yang telah iya dapat.
3. baik secara fiolosofis, pemberian arahan berupa nasehat-nasehat luhur baik adab budi pekerti yang luhur kepada santri tersebut sekaligus pemberian tanda berupa ijazah (bukan lembaran kertas) melainkan mengajarkan sebuah nadoman atau bunyi syair puisi yang berbunyi, Allaumurhamna Bilquran wajngal hulana imamawwanurow wahudaw warohmah... dan seterusnya yang kita sendiri tidak lah asing lagi dengan lantunan syair ini, dan ini sebagai tanda bahwa seorang santri tersebut sudah melakukan khatam .
Ketika santri tersenut sudah melakukan tradisi khataman secara adat, barulah santri tersebut bisa diperbolehkan belajar kepada kiyai lain atau statusnya dinaikan menjadi santri kalong. Santri kalong ini bukanlah santri yang berubah menjadi kalong melainkan hanya sebuah istilah santri yang belajar kepada kiyai satu ke kiyai lainya atau dengan cara belajar yang berpindah-pindah untuk memperoleh melengkapi iman, islam dan ikhsan memperdalam Tauhid, fiqih dan Tasawuf.
Sebagai renungan.
Lantas apakah adat semacam
ini semua telah melanggar sebuah syariah yang mesti kita rubah sesuai dengan
Quran dan sunah atau menggantikan tradisi ini diganti dengan daerah lain ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar