Jumat, 18 Januari 2013



Alternatif Hukuman Anak Di Sekolah

Alhamdulillah di sekolahan keponakan-keponakan saya ini tidak dikenal
sanksi-sanksi yang diutarakan oleh Ukhti Ratna Ahmad. Yang ada ialah
menghafalkan ayat Al Qur'an, hadist, atau doa-doa (panjang pendeknya
ditentukan menurut usia); membaca Al Qur'an dengan jumlah baris atau ayat
tertentu;
Kedengarannya jadi ironik.
Hukuman itu selalu berasosiasi dgn sesuatu yang buruk, sesuatu yang
sebaiknya jangan sampai diulangi lagi. Kalau mebaca Al Quran dibuat sebagai
hukuman, lambat laun akan tertanam dalam alam bawah sadar (subconcious
mind) anak tsb bahwa membaca al Quran adalah sesuatu yang tidak baik,
sesuatu yang harus dihindari.
Mungkin yang punya lata belakang psikologi pendidikan bisa menjelaskannya
secara lebih baik.
Sebelum membaca tanggapan akhi Bogie saya tidak memperhatikan hal ini. Saya
setuju dengan akhi Bogie, bahwa masalah hukuman dan ganjaran (punishment
and reward) harus dikaitkan dengan tujuan mengapa hukuman hendak
diterapkan.
Susahnya dalam waktu sekejap kita harus memilih perbuatan atau tindakan
hukuman yang hendak dijatuhkan. Yang teringat adalah perbuatan yang hendak
kita tanamkan yang lain, misalnya membaca Al-Qur'an. Jadi perbuatan baik
lainnya dijadikan hukuman atau menurut saya "beban" tambahan karena lalai
melakukan perbuatan tertentu yang sedang dikembangkan dalam proses
pendidikan, misalnya bisa membaca dan menulis al Qur'an.
Aneka macam bentuk hukuman yang pernah saya alami atau saksikan ketika saya
masih SD, saya ingat anak yang kena hukuman supaya nulis halus (huruf abjad
dengan aturan tertentu sehingga mudah dibaca), membawa potongan sapu lidi
untuk alat bantu menghitung, sampai menimba air untuk menyiram tanaman.
Anak kena hukuman karena tidak mengerjakan PR, berbicara dengan teman
ketika guru sedang menerangkan di depan kelas, dipukul telapak tangan
dengan kayu penggaris. Kadang-2 menjatuhkan hukuman bukan dalam konteks
pendidikan tetapi tempat menumpahkan kekesalan atau sekedar iseng-2 & puas
melihat anak didik jumpalitan dan tunduk-takut menghadap guru yang
menghukum.
Wah ini menarik untuk dikaji, maaf saya tidak siap menanggapi secara utuh.
Mungkin sejumlah pertanyaan ini bisa memperluas kajian ini:

(1) apakah konsep hukuman setiap guru terhadap suatu masalah sama?
(2) bagaimana guru penerapkan hukuman pada anak didik? Apakah diabaikan
(3) apakah hukuman efektif untuk setiap perbuatan?
(4) bagaimana kalau diabaikan saja (ignored) perbuatan itu akan hilang?
(5) bagaimana kalau perhatian pada perbuatan yang kita inginkan saja yang
diperhatikan, misalnya anak kecil bisa bilang "Terima kasih" diberi pujian
tetapi kalau tidak mengucapkannya akan dibiarkan tidak mendapat apa-apa,
juga tidak dihukum.
(6) Apakah hukuman itu harus berupa hukuman fisik? Anak saya kalau berbuat
tidak sesuai dengan yang kami harapan, ibunya langsung menyruh dia
berhenti main untuk selanjutnya masuk kamar untuk berfikir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar