Alternatif Hukuman Anak Di Sekolah
Alhamdulillah di sekolahan keponakan-keponakan saya ini
tidak dikenal
sanksi-sanksi yang diutarakan oleh Ukhti Ratna Ahmad.
Yang ada ialah
menghafalkan ayat Al Qur'an, hadist, atau doa-doa
(panjang pendeknya
ditentukan menurut usia); membaca Al Qur'an dengan
jumlah baris atau ayat
tertentu;
Kedengarannya jadi ironik.
Hukuman itu selalu berasosiasi dgn sesuatu yang buruk,
sesuatu yang
sebaiknya jangan sampai diulangi lagi. Kalau mebaca Al
Quran dibuat sebagai
hukuman, lambat laun akan tertanam dalam alam bawah
sadar (subconcious
mind) anak tsb bahwa membaca al Quran adalah sesuatu
yang tidak baik,
sesuatu yang harus dihindari.
Mungkin yang punya lata belakang psikologi pendidikan
bisa menjelaskannya
secara lebih baik.
Sebelum membaca tanggapan akhi Bogie saya tidak
memperhatikan hal ini. Saya
setuju dengan akhi Bogie, bahwa masalah hukuman dan
ganjaran (punishment
and reward) harus dikaitkan dengan tujuan mengapa
hukuman hendak
diterapkan.
Susahnya dalam waktu sekejap kita harus memilih
perbuatan atau tindakan
hukuman yang hendak dijatuhkan. Yang teringat adalah
perbuatan yang hendak
kita tanamkan yang lain, misalnya membaca Al-Qur'an.
Jadi perbuatan baik
lainnya dijadikan hukuman atau menurut saya
"beban" tambahan karena lalai
melakukan perbuatan tertentu yang sedang dikembangkan
dalam proses
pendidikan, misalnya bisa membaca dan menulis al Qur'an.
Aneka macam bentuk hukuman yang pernah saya alami atau
saksikan ketika saya
masih SD, saya ingat anak yang kena hukuman supaya
nulis halus (huruf abjad
dengan aturan tertentu sehingga mudah dibaca), membawa
potongan sapu lidi
untuk alat bantu menghitung, sampai menimba air untuk
menyiram tanaman.
Anak kena hukuman karena tidak mengerjakan PR,
berbicara dengan teman
ketika guru sedang menerangkan di depan kelas, dipukul
telapak tangan
dengan kayu penggaris. Kadang-2 menjatuhkan hukuman
bukan dalam konteks
pendidikan tetapi tempat menumpahkan kekesalan atau
sekedar iseng-2 & puas
melihat anak didik jumpalitan dan tunduk-takut
menghadap guru yang
menghukum.
Wah ini menarik untuk dikaji, maaf saya tidak siap
menanggapi secara utuh.
Mungkin sejumlah pertanyaan ini bisa memperluas kajian
ini:
(1) apakah konsep hukuman setiap guru terhadap suatu
masalah sama?
(2) bagaimana guru penerapkan hukuman pada anak didik?
Apakah diabaikan
(3) apakah hukuman efektif untuk setiap perbuatan?
(4) bagaimana kalau diabaikan saja (ignored) perbuatan
itu akan hilang?
(5) bagaimana kalau perhatian pada perbuatan yang kita
inginkan saja yang
diperhatikan, misalnya anak kecil bisa bilang
"Terima kasih" diberi pujian
tetapi kalau tidak mengucapkannya akan dibiarkan tidak
mendapat apa-apa,
juga tidak dihukum.
(6) Apakah hukuman itu harus berupa hukuman fisik? Anak
saya kalau berbuat
tidak sesuai dengan yang kami harapan, ibunya langsung
menyruh dia
berhenti main untuk selanjutnya masuk kamar untuk
berfikir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar